Usia Senja(ke-29 #30DWC)

Jika Anda diberika usia sampai 80 tahun, bagaimana cara Anda menghabiskan waktu dimasa tua?

Kami terlibat percakapan lumayan panjang, selepas sholat isya. Dan membekas.
Aku dan Mbah Puk. Mbah buyut dari ponakan-ponakan yang serumah sekarang aku tinggal.
Usianya sudah 80 tahun, pendengarannya masih jelas. namun mengeluhkan matanya yang sudah rabun, tidak jelas untuk melihat. Mbah Puk masih mampu berjalan sendiri kekamar mandi, dan terbilang nenek yang mandiri, dan tidak merepotkan, meskipun cara berjalannya tidak segesit waktu mudanya. Mbah Puk memakai jarit dan baju kebaya zaman dulu. Kulitnya sudah keriput dan tipis, rambutnya sudah memutih.
Kontrak hidupku sampai kapan?

Diusianya yang senja, giginya tidak banyak yang tanggal, hanya beberapa.
Kalau cerita tentang masa lalunya, "Mbiyen ki rekoso(dulu itu susah)". Lalu bercerita panjang dan lebar. dengan bahasa yang kadang juga sulit dimengerti.
beliau bilang dalam bahasa jawa "kalau usia 60 keatas Allah bakal dicabut satu persatu nikmat. mata yang mulai kabur penglihatannya, pendengaran yang mulai berkurang, makan yang sudah tidak enak, hawa nafsu sudah tidak ada. ".

Beliau selalu mengucap, kalo gusti allah mau ngambil ya monggo. sudah pasrah.
Tapi bukan pasrah tanpa usaha, tiap malam Mbah Puk udah otomatis bangun malam sekitar jam 1 malam, sholat malam dzikir sampai pagi.
"Kalau usia-usiamukan pasti kadang rajin kadang malas, kalau mbah udah pasti bangun".Mbah tau aja mbah.
Beliau juga bilang dengan nada optimis, "nak gusti allah sak wayah-wayah mundut wes duwe bekal ta nduk(kalau Allah sewaktu-waktu memanggil, udah punya bekal kan nduk)".
Beliau bilang "Yang penting ojo ninggal sholat limang wektu, karo aojo suker(jangan sampe meninggalkan sholat 5 waktu dan jangan kotor)".

Cerita berikut juga patut dijadikan referensi untuk persiapkan menuju usia senja. dicuplik dari blog  http://www.hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2011/07/22/2009/memupuk-amal-di-usia-senja.html.

Kehidupan Abu Dzar Al-Ghiffari, salah seorang sahabat Nabi, sangat patut dijadikan pelajaran. Pada usia tuanya, dia memilih tinggal di sebuah kemah yang jauh dari keramaian. Hari-harinya lebih banyak diisi dengan puasa, dzikir, membaca, dan berpikir.
Seorang sahabat mengunjunginya lalu bertanya, “Dimana kekayaan duniamu?”
Dia menjawab, “Aku tidak membutuhkan dunia di rumahku. Bukankah Rasulullah telah berpesan kepada kita bahwa, ‘Di depan nanti akan ada tantangan yang sangat berat dan hanya orang yang tidak dibebani dunia yang mampu melewatinya’?”
Syaikhul Islam Ibnu Thaimiyyah, di masa tuanya tidak punya rumah, kekayaan, pangkat, dan kedudukan. Tempat tinggalnya cuma sebuah kamar kecil yang menempel di Masjid Jami’ Bani Umayyah. Sehari hanya makan sepotong roti, pakaiannya hanya dua lembar, dan terkadang tidurnya di masjid. Tapi dia ceritakan tentang dirinya, “Surgaku ada di dalam dadaku, kematianku adalah syahid, penjara bagiku adalah tempat merenung, dan pengusiran diriku adalah sebuah perjalanan wisata.”

Semoga kita bisa menjalani masa muda kita dengan sebaik-baiknya, sebelum datangnya masa tua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin kita jodoh (hari kedua belas #30DWC)

nasehat tentang kematian(hari kedua puluh satu #30DWC)

Berbagi kisah: Perjalanan Internship Pertamina 2015